Sunday, October 27, 2013

Sakit Jiwa dan Mental Miskin

Sudah beberapa minggu ini saya sengaja tidak menonton TV, kalaupun sempat menonton saya cenderung mencari stasiun TV yang tidak menayangkan acara debat politik, infotainment, headline news terbaru statusisasi atau berita-berita kondisi politik dan kabar pejabat yang tertangkap karena kasus kejahatan baik korupsi maupun lainnya. 
Rasanya capek otak saya setelah seharian bekerja, pulang ke rumah untuk istirahat namun dijejali info-info negatif yang mungkin bagi orang lain berguna, agar kelihatan keren dan terupdate, nyambung bila diajak diskusi dengan teman-teman atau tetangga. Namun tanpa disadari membuat jiwa mereka sakit. Mereka yang rajin memantengin berita semaca itu cenderung pesimis akan kepemimpinan para calon atau pemimpin sekarang. Mereka jadi cenderung curiga dengan orang lain yang bisa menduduki jabatan, jangan-jangan mereka sama saja. Atau parahnya, karena laporan kejahatan dan penangkapan disertai detail bagaimana mereka melakukannya, malah memberikan ide untuk para pejabat yang memang sejak awal sudah punya niatan memupuk kekayaan untuk dirinya sendiri dan dinastinya, akhirnya mereka menemukan celah agar tidak tertangkap. Semalam itupun saya berpikir, untuk apa kita terupdate berita-berita tentang korupsi, kejahatan pejabat publik dan infotainment gak penting, kalau semua itu justru bikin kita sakit jiwa?

Kita butuh berita yang membuat kita bisa berpikir positif, optimis bahwa segala masalah di negeri ini akan teratasi, walau pelan namun pasti.

Apakah dengan menonton acara debat politik akan membuat kita makin cerdas? yang ada malah kebingungan masyarakat yang seolah digiring ke opini salah satu peserta debat. Bukankah lebih baik bila televisi mengedukasi pemirsanya tentang pengetahuan hukum dan politik bukan melalui perdebatan? Sesekali menonton mungkin cukup, tapi tiap hari? Berisik.

Untuk apa kita terupdate berita tentang kemiskinan tapi tak membuat kita bergerak untuk mengatasinya?
Minimal menghapus mental miskin dalam diri kita.

Kita diperlihatkan episode menyedihkan orang-orang yang tidak mampu secara ekonomi harus berjejal mengantri bahan makanan gratis, uang saku gratis, daging kurban gratis. Orang tua yang berdemo demi sekolah gratis untuk anak-anak.  Seperti drama untuk menggugah pemirsanya menangis mencucurkan air mata atas kemiskinan yang makin nampak disekitar mereka, namun yang menonton hanya bisa berujar `kasihan ya...untung kita nggak seperti mereka`.

Kelaparan tidak akan terhapus hanya dengan kasihan, uang sekolah tidak akan terbayar hanya dengan iba.

Apakah kita sudah melakukan sesuatu untuk membantu mereka dengan cara yang lebih beradab?  Kemiskinan bukan untuk didramatisasi, namun untuk diatasi.

No comments:

Post a Comment