Friday, July 29, 2016

Resensi Buku WOW JEPANG! Kenali keunikan Jepang yang tak terduga

Membaca judul dari buku ini, saya sudah mengira-ngira, pasti akan berisi sesuatu hal tentang Jepang yang belum pernah kita duga sebelumnya. Yang luar biasa dan belum pernah kita dengar. Ketujuh sisi unik kultur Jepang tersebut terbagi ke dalam 7 bab yakni tentang pandangan religi masyarakat Jepang, melihat Jepang dari tutur bahasanya, melihat Jepang dari generasi ke generasi, memahami alur pikir orang Jepang, tindak tanduk orang Jepang, pranata masyarakat Jepang dan melihat sisi luar manusia Jepang.

Selama ini Jepang telah dikenal dengan budayanya yang santun, tertib dan serba teratur. Kedisiplinan tersebut ternyata telah memang diajarkan sejak kecil. Anak-anak telah dibiasakan hidup berdampingan secara harmonis dengan alam sehingga kelak ketika dia dewasa dia tidak hanya menghargai alam sekitarnya namun juga mengajarkannya kepada anak cucu.

Menurut saya orang Jepang itu unik. Berbagai paradoks atau nilai-nilai yang ada kadang berbenturan namun anehnya mereka dapat hidup dengan damai dan tentram. Asal saya tidak merepotkan orang lain, tidak mengganggu alam sekitarnya, tidak melanggar norma dan aturan moral itu sudah cukup.

Orang asing yang bertemu orang Jepang pasti pernah bertanya, sebenarnya apa agama mereka?  Pertanyaan ini mungkin bagi orang Indonesia atau asing selain Jepang mungkin akan dengan mudah dijawab, namun bagi orang Jepang pertanyaan ini sudah menyinggung área pribadi mereka. Kenapa? Karena ternyata satu orang Jepang dapat memiliki berbagai keyakinan. Mereka lahir dengan upacara Shinto hingga beranjak dewasa, hal ini dapat terlihat dari berbagai upadara adat seperti shichi go san dan lain-lain. Namun saat menikah mereka kebanyakan memilih menikah di gereja dan saat meninggal dunia dimakamkan secara Budha. Pemerintahnya pun konon tidak mencampuri urusan agama warga negaranya, hal ini tentu saja berbeda dengan Indonesia. Perihal ini dijelaskan dengan baik dalam bab tentang pandangan religi masyarakat Jepang.

Nah, jadi apa agama mereka sebenarnya? Ternyata menurut penulis buku ini, meski memiliki kepercayaan yang beragam namun pada dasarnya setiap orang Jepang tetap percaya ada sesuatu di luar dirinya. Termasuk kepercayaan ada dewa-dewi penjaga toilet sehingga bila orang tersebut ingin menjadi dewa dan dewi yang cantik harus rajin membersihkan toilet di rumah atau dimana saja. Ternyata orang jepang menemukan tuhannya di toilet. Lewat kebiasaan setiap tahun baru dimana orang tua perempuan tertua akan membersihkan toilet  dengan harapan jika tempat yang kotor dan kasat mata saja kita rajin membersihkan, maka tempat yang tak kasat mata pun akan bersih dengan sendirinya.

Di halaman pertama kita akan disuguhkan dengan artikel menarik tentang Kuil Tagata yang penuh dengan patung alat kelamin pria. Kuil ini terletak di kota Komaki sebelah utara Nagoya. Tidak hanya patung kelamin pria di dalam kuil namun pagarnya juga terbuat dari batu dengan bentuk yang sama. Kuil ini juga sering digunakan sebagai tempat berlangsungnya upacara shichi go san yaitu upacara pemberkatan bagi anak-anak berusia 7, 5 dan 3 tahun. Meski melihat patung berbentuk kelamin pria, namun anak-anak Jepang tersebut tidak nampak heran atau risih. Bahkan sekali dalam setahun patung-patung tersebut dibopong oleh seorang wanita dewasa dan pengunjung dapat menyentuh atau mengelusnya dengan harapan agar dapat memiliki momongan dan bahagia dalam kehidupan seksualnya. Menurut mereka alat kelamin dianggap sebagai salah satu sumber kebahagiaan  dan dapat dijadikan media untuk memanjatkan pengharapan dan rasa syukur. Tentu hal ini akan sangat aneh bagi orang asing terutama orang Indonesia yang melihatnya karena kelamin adalah bagian dari aurat yang seharusnya ditutupi, namun di Jepang patung kelamin tersebut malah dibiarkan terbuka dan bahkan kita boleh menyentuhnya.

Pada halaman-halaman berikutnya kita akan disuguhkan artikel tentang kualitas anak muda Jepang yang semakin menurun menurut seorang sopir taksi yang tengah ngobrol dengan penulis, seperti curahan hati dan keresahan generasi tua melihat generasi penerusnya yang cenderung santai saat belajar di perguruan tinggi. Ini disebabkan oleh system pendidikan di Jepang yang menuntut kerja keras siswa saat di sekolah mulai TK, SD hingga tingkat lanjutan atas sehingga ketika memasuki perguruan tinggi mereka cenderung santai, bahkan sempat diungkapkan oleh sopir taksi tersebut bahwa mencari anak muda berkualitas di Jepang sulitnya seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Ini tentu hal yang mengejutkan karena selama ini kita yang berada di luar Jepang menganggap bahwa bangsa Jepang sangat pandai dan terpelajar, ratusan bahkan ribuan penemuan yang inovatif dan kreatif yang dapat menunjang dan mempermudah hidup mereka kerap ditemukan oleh warga Jepang sendiri.

Di artikel berikutnya juga disampaikan tentang pengangguran elit, yaitu mahasiswa Jepang yang sengaja tidak meluluskan diri karena belum menemukan pekerjaan yang tepat dari perusahaan bonafid yang diinginkannya. Rupanya di Jepang, pada saat mahasiswa tingkat 4 sudah mulai mendaftar ke berbagai perusahaan, dan yang belum menemukan atau diterima di perusahaan yang diinginkannya sengaja tetap berstatus mahasiswa karena bila telah lulus namun menganggur agak lama bisa memperoleh penilaian buruk dari perusahaan yang akan merekrutnya. Ternyata fenomena mahasiswa abadi juga melanda negara maju seperti Jepang.
Artikel-artikel lainnya tentang budaya, adat istiadat dan pemikiran orang Jepang di Nagoya terutama di lingkungan pekerja di pusat pabrik spare part Toyota juga dijelaskan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Membaca buku ini seperti mendengar langsung cerita dari penulisnya. Buku yang menarik untuk dibaca sambil minum kopi dan makan cemilan, sesantai kita menonton TV atau mendengarkan teman yang sedang bercerita.

Kita pasti akan dibawa termenung memikirkan pemikiran dan pandangan orang Jepang tentang mengapa mereka sangat memperhatikan kebersihan toiletnya, mengapa mereka sangat menghargai orang-orang berkebutuhan khusus dengan mengajari mereka hal yang bermanfaat yang dapat mereka gunakan untuk mencari donasi melalui mengajar origami kepada anak-anak atau orang asing. Kita akan memahami hubungan senpai ( senior ) dan kouhai ( junior ) baik di dunia akademis maupun di lingkungan pekerjaan. Kita juga tahu mengapa tampil bugil di Jepang dianggap biasa namun memotret orang Jepang tanpa ijin yang bersangkutan dituntut secara hukum walau yang dipotret tidak bugil dan berpakaian lengkap.

Pornografi tidak dianggap sebagai hal yang tabu di negara yang penduduknya sangat santun, manakala pelakunya, fotomodel dan pemotret terikat perjanjian, di luar itu tentu akan mendapatkan sanksi hukum. Majalah khusus dewasa dengan gambar perempuan setengah bugil di jual bebas di supermarket dan kios majalah di stasiun namun pembeli di bawah umur tidak akan berani melihat atau membeli karena sanksi moral yang lebih besar daripada denda, malu. Budaya malu yang ditanamkan sejak kecil sudah cukup menjadi sanksi sangat berat yang bahkan dapat membuat orang Jepang bunuh diri manakala melakukan hal yang melanggar norma di negara tersebut.

Jepang di mata orang Suroboyo atau Jawa bisa menjadi pengalaman yang menarik, ketika kita dapat menemukan perbedaan dan persamaan antara kedua budaya, Jepang dan Jawa. Bisa jadi orang Jawa relatif mudah memahami bahasa dan budaya Jepang karena ada beberapa hal yang memang mirip seperti huruf Jepang dan Jawa yang terdari dari vokal dan konsonan “ha, na, ca, ra, ka”, juga level bahasa yang dibedakan mirip dengan bahasa Jawa seperti bahasa halus yang digunakan untuk orang yang memiliki usia atau jabatan lebih tinggi, ngoko  dan madya. Selain bahasa, penghormatan kepada orang yang lebih tua dan memiliki jabatan yang lebih tinggi juga menjadi kemiripan yang kadangkala membuat kita merasa tidak terlalu asing dengan budaya Jepang.

Meskipun buku ini dengan lugas dan bahasa sederhana mampu menjelaskan perbedaan, kemiripan dan pemikiran orang Jepang, tetapi ada hal yang kurang bisa tersampaikan dengan baik oleh penulisnya. Hal ini bisa jadi bukan karena kurangnya wawasan penulis buku ini, namun lebih pada hal yang mungkin kurang pantas disampaikan dan dapat menyebabkan perbedaan persepsi bagi pembaca.


Kurang lebih, buku ini telah mewakili penjelasan tentang 7 sisi unik kultur Jepang, membaca buku ini, selain dapat menambah wawasan kita tentang budaya Jepang, juga memberikan pandangan bahwa apa yang tabu disini belum tentu dianggap tabu di sana. Apa yang baik di Jepang, belum tentu baik bila diterapkan di Indonesia. Selain itu bagi kita yang selama ini selalu menganggap Jepang is The Best dalam hal pendidikan dan keagungan budaya, tetap memiliki kelemahan dan kekurangan sebagaimana bangsa kita sendiri sehingga tidak perlu merasa minder bila berjumpa dengan mereka. 

Berminat memiliki buku ini? Anda dapat menghubungi saya via WA 08123121713, masih tersisa 3 ekslempar atau Anda dapat mencarinya di Gramedia terdekat.

1 comment: