Friday, November 8, 2013

Jadi Blogger atau Kompasioner? - Resensi Buku `Kompasiana Etalase Warga`

buku Kompasiana Etalase Warga ole Pepih Nugraha/amazon.com
Sejak blog lama www.shenawangtri.blogspot.com saya percayakan kepada seorang teman untuk di kelola menjadi sebuah toko online, saya memutuskan untuk membuat blog baru, memenuhi hobi menulis saya tanpa disibukkan dengan aktifitas jual beli barang berprofit.

Saya menulis di blog ini karena butuh ruang untuk menuliskan catatan perjalanan, curahan hati dan tempat menuangkan pikiran dan gagasan tanpa menuai komentar nyinyir dan kepo teman facebook yang selalu ingin tahu kehidupan pribadi dan pekerjaan saya padahal apa yang saya tulis belum tentu tentang saya. Beberapa puisi dan cerpen sering saya tulis, justru dari kisah teman yang curhat atau malah fiktif hasil olah imajinasi.

Awalnya saya ragu, media apa yang akan saya gunakan untuk menulis. Apakah facebook, twitter, blog atau situs portal berita seperti kompasiana.com dan blogdetik.com. Masing-masing media tersebut tentu memiliki kekurangan dan lelebihan.

Selain ingin menuangkan pemikiran, cerita dan gagasan, saya ingin menambah teman online yang juga punya hobi sama seperti saya, suka menulis.
Alangkah menyenangkannya bila apa yang saya tulis bisa memancing komentar dan dari komentar-komentar itu saya bisa belajar banyak hal, baik melalui pujian atau kritikan pembaca. 

Saya merasa seperti berada di persimpangan jalan, apakah saya harus meninggalkan blog dan menulis hanya di Kompasiana dan Facebook ? 

Menurut mas Pepih dalam bukunya `Kompasiana, Etalase Warga`, facebook menawarkan interactivity memukau. Facebooker bisa berinteraksi dengan kawan lama, atau kenalan baru. Ada komunikasi satu arah ( kalau postingan anda tidak mendapat komentar ), 2 arah bahkan banyak ketika tulisan anda mendapat komentar dan anda menjawabnya.
Ada ketersambungan, kedekatan dan kesamaan pengalaman yang menjadi modal dasar berkembangnya situs pertermanan seperti facebook, twitter dan lain-lain.
Di Facebook, saya cukup memancing reaksi teman dengan postingan lagu dari Youtube, kutipan dari motivator atau penulis favorit, atau status seperti kegiatan sehari-hari, opini tentang sesuatu hal dengan kalimat yang tidak terlalu panjang, atau keluhan tentang macet di jalan, hawa panas dan lain-lain.

Namun berbeda dengan menjadi Kompasioner ( istilah untuk anda yang menjadi member blog Kompasiana ). Anda akan kelihatan keren karena mempostingkan gagasan, pemikiran, opini, reportase perjalanan anda atau karya fiksi bikinan sendiri. Tampilannya pun seperti portal berita yang bonafide dan para Kompasioner kebanyakan adalah orang-orang yang punya kegemaran membaca dan menulis. Di www.kompasiana.com/reborn-shenawangtri saya bisa belajar banyak hal sekaligus menjalin pertemanan dengan mereka.
Apalagi bila kalau sudah masuk ke index headline. Kayaknya bangga banget ya hehehhe...Pernah sekali, tulisan saya menjadi index headline disana.

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/10/31/cerdas-berpolitik-atau-cerdas-meningkatkan-kemampuan-dan-kompetensi--606525.html

Namun menulis di Kompasiana tidak sebebas ketika saya menulis di blog sendiri. Tulisan yang melanggar SARA, mengundang kegaduhan di ruang interaktif, dan melecehkan akan dihapus oleh admin bahkan dalam kasus tertentu akun penulis akan hapus pula.
Adapula aturan dari admin yang harus dipatuhi. Diantaranya, tidak diperbolehkan untuk posting banyak artikel dalam waktu yang bersamaan,harus ada jeda waktu minimal satu jam. Jeda tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada postingan dari penulis lain mejeng di situs ini.
Karena itulah saya memutuskan untuk tetap menulis di blog pribadi dan mengupload tulisan tertentu saja yang layak tayang di portal berita kompasiana.com.

Di buku setebal 263 halaman ini, kita diajak untuk flashback mengetahui sejarah dibuatnya Kompasiana.com, nama yang identik dengan nama sebuah koran terkenal di negeri ini, KOMPAS. Apakah hubungannya dengan koran Kompas dan bagaimana Kompasiana.com bersinergi dengan Kompas dan Kompasiana edisi print.

Berbagai pertanyaan saya tentang media apa yang cocok untuk mengekspresikan kebebasan saya menulis telah terjawab dengan membaca buku ini. Di sana dipaparkan dengan jelas keistimewaan masing-masing media seperti situs portal berita, blog, situs pertemanan seperti facebook dan twitter.

Pepih Nugraha adalah seorang wartawan Kompas dan bergabung dengan Kompas Gramedia sejak tahun 1990. Sejak tahun 2005 mendalami social media dan membuat personal blog di tahun 2006. Kompasiana.com diciptakannya sebagai social blog dengan mempraktikkan citizen journalism. Selain sebagai seorang jurnalis, mas Pepih, demikian lebih akrab laki-laki ini dipanggil, juga menulis banyak buku. Seperti Periodisasi Perpustakaan, Intelijen Bertawaf dan pentalogi ( 5 buku )  Pak Beye dan Istananya.

Kompasiana, Etalase Warga Biasa, Sebuah buku yang menarik untuk anda baca, terutama anda yang gemar menulis sekaligus narsis hehehe.....

No comments:

Post a Comment