Saya suka membaca karya sastra sejak
saya masih SD, buku pertama yang saya baca adalah Keluarga Cemara karya
Arswendo Atmowiloto di perpustakaan sekolah. Mungkin karena merasa cerita itu
cocok dengan suasana hati seorang anak kecil yang galau, saya jadi keranjingan
baca buku cerita. Tentu tidak mudah bagi seorang anak yatim piatu seperti saya
menghadapi hidup, merasa minder dan tidak percaya diri, merasa ditinggalkan
hanya karena tidak sama dengan teman-teman lain yang orang tuanya masih
lengkap. Saya mengagumi tokoh Abah sebagai ayah yang baik, Emak sebagai ibu
yang bijak dan anak-anak ; Ara Agil, dan Euis yang walau dalam kondisi serba
terbatas tetap dapat menjalani masa kecil dengan optimis dan bahagia. Buku
inilah yang menginpsirasi saya untuk menjadi kuat dan semangat.
Kelas 4 SD saya menemukan sebuah buku yang
asyik, Atheis karya Achdiat Karta Mihardja. Buku ini mungkin terlalu berat
untuk anak kecil ya? tapi nggak tau kenapa saya enjoy saja membaca ceritanya.
Mungkin karena bahasanya yang sederhana dan mudah saya pahami. Buku ini
bercerita tentang kegoncangan jiwa seorang pemuda yang sebelumnya sangat taat
beragama namun karena keluguannya ia terpengaruh pemikiran kaum materialistis/falsafah
kebendaan sehingga ia kehilangan keyakinannya kepada Tuhan dan mulai
meninggalkan norma-norma agama.
Selain itu saya juga suka membaca sastra
jawa ( walau pakai bahasa Indonesia hehehe ), cerita tentang Ken Arok,
Pranacitra dan Roro Mendut ( Romeo and Julietnya Indonesia ), kisah raja-raja
majapahit dan lain-lain.
Setiap pulang sekolah, selain buku-buku dari
perpustakaan sekolah, saya juga rajin menyambangi persewaan buku dan demi semua
itu saya rela menyisihkan sebagian uang jajan yang tidak banyak. Seringkali
malah saya gunakan semua untuk menyewa buku atau majalah. Saya lebih memilih
makan di rumah ketimbang jajan.
Menginjak usia SMP, ketika teman sebaya
sibuk up to date informasi selebritis lewat majalah-majalah remaja, saya sudah
membaca novel-novel Sidney Sheldon, tak ketinggalan kisah-kisah detektif
Sherlock Holmes dan lain-lain.
Dan saat kuliah,karena belajar budaya
Jepang, saya melahap buku-buku karya sastra Jepang yang terkenal rumit jalan
ceritanya ( termasuk komiknya ), favorit saya adalah puisi tradisional jepang
haiku dan waka.
Buat saya inspirasi hidup itu bisa diperoleh
dari membaca cerita dan karya sastra, belajar dari pengalaman orang lain lewat
tulisan-tulisannya.
Dalam wikipedia disebutkan, sastra dalam
bahasa sansekerta berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari
kata dasar *sas* yang berarti instruksi atau ajaran. Dalam bahasa Indonesia
kata ini bisa digunakan untuk merujuk kepada kesusastraan atau sebuah jenis
tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Saya mungkin tidak terlalu hafal babakan
sastra, penggolongan sastra, tahun sebuah buku bagus diterbitkan ataupun teori
sastra secara mendalam. Yang penting buat saya esensi dan isi dari sebuah
karya, apakah dia bisa disebut menginspirasi dan menggerakan orang lain untuk
berbuat sesuatu terutama menuju kebaikan atau tidak. Karya sastra yang baik
buat saya tidak harus menggunakan bahasa yang rumit, menukik, makna kata
diplintir-plintir agar menjadi bermakna ganda yang membingungkan pembaca awam,
karena saya yakin sebuah karya ditulis agar dapat dibaca dan dipahami oleh
semua orang dengan latar pendidikan yang beragam. Lebih jauh lagi, sebuah karya
sastra adalah inspirasi yang dituangkan lewat cerita.
Saya mungkin hanya sekedar penikmat sastra
sekaligus bisa menulis sedikit.
No comments:
Post a Comment