Saturday, June 3, 2017

#Day18 Cerpen, Assalamu’alaikum Tokyo #1

Ken, Tokyo 2004, dini hari
Dear sahabatku, Kei
Masihkah kamu setia dengan mimpi-mimpimu disana? Semoga kamu tetap menjaganya seperti halnya aku disini. Kita pernah punya impian yang menurut orang lain tak mungkin tercapai, namun Tuhan Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-hambaNya yang setia dalam iman. Karena itu kita selalu yakin, apapun keputusanNya. Impian adalah doa-doamu dan itulah wujud imanmu.
Ken.

Selesai membalas email Kei, sahabatnya, Ken tersenyum lalu memandangi “The Big Book” masa kecilnya. Bila sedang berada jauh dari tanah air seperti ini, hanya buku ini yang bisa mengobati kerinduannya. Buku itu sebenarnya adalah kumpulan tulisan masa kecilnya bersama keempat kawannya yang lain. Mereka membuat buku itu dari  kertas bekas pembungkus semen lalu menjilidnya. Awalnya hanya disatukan dengan paper clips besar, namun Ken ingin tulisan itu tetap abadi walau mereka telah beranjak dewasa, sehingga sebelum berangkat ke Tokyo untuk melanjutkan pendidikan S2nya, dia menjilidnya menjadi 2 buah buku berisi petualangan mereka. Di masa itu, mereka menyebut diri mereka Lima Sekawan.

Keempat kawan-kawannya adalah Frei yang doyan sekali membaca koran dan majalah sejak anak-anak serta menggambar. Dia suka menulis opini tentang berita yang baru dia baca. Joe juga suka menggambar, Karena ulah Frei dan Joe, buku besar itu tak pernah sepi dari gambar ilustrasi. Juned, suka melakukan eksperimen bersama Ken yang pintar matematika. Ide-ide tak lazim Juned sering bertabrakan dengan hitung-hitungan yang Ken buat. Di buku itu Ken menulis rumus-rumus matematika yang lebih mudah dan cepat untuk menemukan jawaban dari soal-soal matematika daripada rumus yang diajarkan guru di sekolah. Dan yang terakhir adalah tulisan-tulisan Kei. Dia satu-satunya anak perempuan dalam kelompoknya. Karena terobsesi dengan buku cerita Lima Sekawan yang dibacanya, Ken akhirnya meminta Kei bergabung bersama kelompoknya. Tugas Kei hanya mencatat karena tulisan tangan dia yang paling bagus dan rapi bila dibandingkan dengan keempat anak laki-laki itu. Selain itu Kei juga suka menulis cerita, ada saja yang dia ceritakan, tentang burung pipit, matahari pagi, senja dan hujan. Membaca cerita-ceritanya seperti membaca buku sastra di perpustakaan sekolah.

Kelimanya sangat kompak baik di sekolah ataupun ketika di rumah. Mereka selalu berkumpul di rumah Ken yang luas dengan kebun dan kolam ikan. Ada saja yang mereka kerjakan walau sedang tak ada pekerjaan sekolah. 

Hingga kini mereka masih saling berkirim email meski intensitasnya tak sebanyak dulu karena kesibukan masing-masing. 

Juned yang gila eksperimen kini menjadi tenaga medis di sebuah rumah sakit. Cita-citanya untuk menjadi peneliti telah membawanya kepada profesi yang membuatnya tak akan pernah berhenti meneliti. Pasien-pasiennya  adalah target penelitiannya dan untungnya mereka tidak pernah keberatan. 

Joe, setelah keluar dari pekerjaannya, memilih menjadi seniman, menyanyi dari satu kafe ke kafe berikutnya. Dulu Kei selalu meledeknya Joe lebih pantas jadi personel boyband ketimbang orang kantoran. 

Frei, memilih menjadi entrepreneur, membuka usaha sendiri dengan istrinya. Dan Kei, gadis kecil yang dulu dikenalnya sangat pemalu tapi sangat ingin menjadi Louis Lane, menghabiskan hari-harinya bekerja di sebuah perusahaan asing setelah lulus kuliah. 

Ken yang setelah tamat kuliah sempat bekerja menjadi konsultan akhirnya memilih melanjutkan S2 dan beruntung dia mendapatkan beasiswa.

Suatu sore Ken berkunjung ke rumah Kei dan berpamitan sebelum berangkat ke Jepang.
“Hai, Louis Lane  wanna be!”, gurau Ken. Sejak kecil Kei selalu mengumpulkan komik Superman dan tokoh yang paling disukainya adalah Louis Lane, jurnalis koran Daily Planet. 

“Minggu depan aku berangkat Kei”.

“Congrats ya Ken, tapi kayaknya ada yang lucu deh”, canda Kei.

“Seharusnya aku yang melanjutkan S2 ke Jepang karena aku lulusan dari fakultas sastra Jepang”.
“Jadi kenapa tidak kamu coba?”, tanya Ken.

Pandangan Kei menerawang,”Aku masih punya tanggung jawab untuk bekerja Ken. Kakakku mulai sakit-sakitan, sementara kedua orang tuaku dan nenek sudah tiada. Jadi mungkin untuk sementara kulupakan saja impianku keliling dunia dan menulis berita”.

“Aku selalu berdoa, kamu akan mencapainya suatu saat nanti, entah bagaimana caranya, tidak hanya bisa menulis dan tulisanmu dibaca orang, namun kamu bisa pergi ke tempat-tempat yang kamu inginkan”.

Jangan ceritakan mimpi-mimpimu kepada semua orang, karena kamu tak akan pernah tahu isi hati mereka. Mereka bisa saja mendoakanmu agar terkabul, sebagian lagi mungkin mentertawakanmu dalam hati dan yang menyedihkan ketika orang yang sangat kamu sayangi meragukan impianmu bisa menjadi nyata.

“Mungkin setelah ini kamu bisa menyusulku ke Jepang”, kata Ken mengagetkan Kei.Cuma Ken, satu-satunya orang yang selalu memberikan dorongan semangat.

“Bagaimana bisa?”, Tanya Kei

“Kei, Tuhan selalu punya cara yang tak pernah kita sangka saat mewujudkan apa yang kita impikan.” 
Dalam perjalananmu meraih impian yang kamu butuhkan hanya 3 hal, Tuhan, keteguhan hati melewati segala rintangan dan sahabat yang akan menemani dalam suka dan duka. 

Ken selalu mengiriminya email setelah berada di Jepang Cerita-ceritanya tentang Jepang, tentang 4 musim dengan pertanda alam yang saling berbeda dan sangat memukau membuatnya makin ingin mendekap erat impiannya.

“Ada banyak hal yang bisa kamu tulis di sini, Kei. Sumpah! Jurnal kita tak akan pernah cukup. Mungkin bisa dibuat cerita berseri hehehe”. 

Kerapkali Ken mengiriminya foto bunga sakura saat musim semi dari berbagai kota yang ia kunjungi, suasana pesta kembang api di malam musim panas, daun-daun maple dan tradisi melihat bulan di musim gugur, serta salju di musim dingin.

“Dan aku jadi ketularan suka menulis sepertimu. Ternyata asyik ya menulis itu?”.

Jawab Kei, “Tentu Ken, menulis itu lebih menyenangkan daripada berhitung, terutama buatku hahaha..”

Kei masih tekun bekerja, setiap weekend dia selalu mengisi waktunya dengan membaca atau menulis cerita. Meski naskahnya selalu mengalami penolakan namun Kei tetap menulis. 

Suatu saat ketika merasa jenuh Kei menerima ajakan seorang teman untuk bergabung dengan sebuah perusahaan multi level marketing yang menawarkan sejuta bonus dan kemudahan travelling berkeliling dunia. Namun itu membuatnya lelah, tidak hanya secara fisik, namun juga jiwa. Bukan..bukan ini yang kuinginkan. Perjalananan yang kuinginkan bukan perjalanan mewah yang didapat dari hasil kerja keras orang yang bergabung bersamanya. Lalu bila mereka yang berada di bawahku gagal, bagaimana aku bisa menebus kekecewaanya?

Ken mengetahuinya, namun Ken tak berbuat apapun. Biarkan Kei belajar, dia perlu melihat dunia. Bahkan ketika teman di multi level marketing itu perlahan meninggalkannya karena sudah tak sevisi dan tak menghasilkan poin seperti yang mereka harapkan, Ken hanya menulis email pendek.

Apapun yang kamu lakukan Kei, aku selalu percaya kamu akan melakukan yang terbaik, namun aku lebih suka kamu menulis saja ketimbang ikut kegiatan yang tak begitu jelas. Kau tahu Kei, ada harga yang harus dibayar untuk memperoleh kesuksesan, dimanapun dan apapun usahamu. Namun aku tetap tak ingin melihatmu memaksakan diri. Seseorang yang gagal di satu hal, belum tentu gagal mengerjakan lainnya. Karena itu tak seharusnya mereka menyalahkan keputusanmu untuk meraih impian-impianmu dengan cara yang tak sama dengan mereka. Tuhan selalu punya cara yang tak pernah bisa kita tebak. Sebagai sahabat, aku tak akan segan menarikmu kembali menuju jalurmu. Kembali lah menulis dan lupakan target-target yang membuatmu nyaris tak bisa tidur, nyaris kehilangan kegembiraanmu, nikmati pertemanan dengan tulus tanpa diembel-embeli mereka akan memberikan keuntungan untukmu. Aku menyukai ketulusanmu Kei..sahabatku sejak kecil yang tak pernah mudah menyerah.

Setahun setelah itu, setelah sebuah conference di kantornya, atasannya memanggilnya ke ruangan conference. Di sana duduk seorang manager dari Jepang yang sudah berumur dan tersenyum kepadanya. Kei membalasnya sambil membungkukkan badan. Dan yang membuatnya nyaris lemas adalah atasanya berkata “Kami akan mengirimmu belajar ke Jepang selama dua minggu”. Kei masih tak percaya, hingga manager itu mendekatinya dan menyentuh bahunya sambil berkata “,Kei, kamu akan ke Jepang bersama kami, enjoy it, nikmati suasana yang berbeda dan belajarlah dengan sebaik-baiknya.”

bersambung..

No comments:

Post a Comment